Tata surya (bahasa Inggris: solar
system) terdiri dari sebuah bintang yang disebut matahari dan semua objek yang
yang mengelilinginya. Objek-objek tersebut termasuk delapan buah planet yang
sudah diketahui dengan orbit berbentuk elips, meteor, asteroid, komet,
planet-planet kerdil/katai, dan satelit-satelit alami.
Tata surya
dipercaya terbentuk semenjak 4,6 milyar tahun yang lalu dan merupakan hasil
penggumpalan gas dan debu di angkasa yang membentuk matahari dan kemudian
planet-planet yang mengelilinginya.
Tata surya
terletak di tepi galaksi Bima Sakti dengan jarak sekitar 2,6 x 1017 km dari
pusat galaksi, atau sekitar 25.000 hingga 28.000 tahun cahaya dari pusat
galaksi. Tata surya mengelilingi pusat galaksi Bima Sakti dengan kecepatan 220
km/detik, dan dibutuhkan waktu 225–250 juta tahun untuk untuk sekali
mengelilingi pusat galaksi. Dengan umur tata surya yang sekitar 4,6 milyar
tahun, berarti tata surya kita telah mengelilingi pusat galaksi sebanyak 20–25
kali dari semenjak terbentuk.
Tata surya
dikekalkan oleh pengaruh gaya gravitasi matahari dan sistem yang setara tata
surya, yang mempunyai garis pusat setahun kecepatan cahaya, ditandai adanya
taburan komet yang disebut awan Oort. Selain itu juga terdapat awan Oort
berbentuk piring di bagian dalam tata surya yang dikenali sebagai awan Oort
dalam.
Disebabkan
oleh orbit planet yang membujur, jarak dan kedudukan planet berbanding
kedudukan matahari berubah mengikut kedudukan planet di orbit.
Banyak
hipotesis tentang asal usul tata surya telah dikemukakan para ahli, diantaranya
:
Hipotesis Nebula
Hipotesis
nebula pertama kali dikemukakan oleh Immanuel Kant( 1724-1804) pada tahun 1775.
Kemudian hipotesis ini disempurnakan oleh Pierre Marquis de Laplace pada tahun
1796. Oleh karena itu, hipotesis ini lebih dikenal dengan Hipotesis nebula
Kant-Laplace. Pada tahap awal tata surya masih berupa kabut raksasa. Kabut ini
terbentuk dari debu, es, dan gas yang disebut nebula. Unsur gas sebagian besar
berupa hidrogen. Karena gaya gravitasi yang dimilikinya, kabut itu menyusut dan
berputar dengan arah tertentu. Akibatnya, suhu kabut memanas dan akhirnya
menjadi bintang raksasa yang disebut matahari. Matahari raksasa terus menyusut
dan perputarannya semakin cepat. Selanjutnya cincin-cincin gas dan es terlontar
ke sekeliling matahari. Akibat gaya gravitasi, gas-gas tersebut memadat seiring
dengan penurunan suhunya dan membentuk planet dalam. Dengan cara yang sama,
planet luar juga terbentuk.
Hipotesis Planetisimal
Hipotesis
planetisimal pertama kali dikemukakan oleh Thomas C. Chamberlain dan Forest R.
Moulton pada tahun 1900. Hipotesis planetisimal mengatakan bahwa tata surya
kita terbentuk akibat adanya bintang lain yang hampir menabrak matahari.
Hipotesis Pasang Surut Bintang
Hipotesis
pasang surut bintang pertama kali dikemukakan oleh James Jean dan Herold
Jaffries pada tahun 1917. Hipotesis pasang surut bintang sangat mirip dengan
hipotesis planetisimal. Namun perbedaannya terletak pada jumlah awalnya
matahari.
Hipotesis Kondensasi
Hipotesis
kondensasi mulanya dikemukakan oleh astronom Belanda yang bernama G.P. Kuiper (
1905-1973) pada tahun 1950. Hipotesis kondensasi menjelaskan bahwa tata surya
terbentuk dari bola kabut raksasa yang berputar membentuk cakram raksasa.
Hipotesis Bintang Kembar
Hipotesis
bintang kembar awalnya dikemukakan oleh Fred Hoyle ( 1915-2001) pada tahun
1956. Hipotesis mengemukakan bahwa dahulunya tata surya kita berupa dua bintang
yang hampir sama ukurannya dan berdekatan yang salah satunya meledak
meninggalkan serpihan-serpihan kecil.
Sejarah penemuan
Lima planet
terdekat ke Matahari selain Bumi (Merkurius, Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus)
telah dikenal sejak zaman dahulu karena mereka semua bisa dilihat dengan mata
telanjang. Banyak bangsa di dunia ini memiliki nama sendiri untuk masing-masing
planet.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi pengamatan pada lima abad lalu membawa manusia
untuk memahami benda-benda langit terbebas dari selubung mitologi. Galileo
Galilei (1564-1642) dengan teleskop refraktornya mampu menjadikan mata manusia
“lebih tajam” dalam mengamati benda langit yang tidak bisa diamati melalui mata
telanjang.
Karena
teleskop Galileo bisa mengamati lebih tajam, ia bisa melihat berbagai perubahan
bentuk penampakan Venus, seperti Venus Sabit atau Venus Purnama sebagai akibat
perubahan posisi Venus terhadap Matahari. Penalaran Venus mengitari Matahari
makin memperkuat teori heliosentris, yaitu bahwa matahari adalah pusat alam
semesta, bukan Bumi, yang digagas oleh Nicolaus Copernicus (1473-1543)
sebelumnya. Susunan heliosentris adalah Matahari dikelilingi oleh Merkurius
hingga Saturnus.
Teleskop
Galileo terus disempurnakan oleh ilmuwan lain seperti Christian Huygens
(1629-1695) yang menemukan Titan, satelit Saturnus, yang berada hampir 2 kali
jarak orbit Bumi-Yupiter.
Perkembangan
teleskop juga diimbangi pula dengan perkembangan perhitungan gerak benda-benda
langit dan hubungan satu dengan yang lain melalui Johannes Kepler (1571-1630)
dengan Hukum Kepler. Dan puncaknya, Sir Isaac Newton (1642-1727) dengan hukum
gravitasi. Dengan dua teori perhitungan inilah yang memungkinkan pencarian dan
perhitungan benda-benda langit selanjutnya
Pada 1781,
William Hechell (1738-1782) menemukan Uranus. Perhitungan cermat orbit Uranus
menyimpulkan bahwa planet ini ada yang mengganggu. Neptunus ditemukan pada
Agustus 1846. Penemuan Neptunus ternyata tidak cukup menjelaskan gangguan orbit
Uranus. Pluto kemudian ditemukan pada 1930.
Pada saat
Pluto ditemukan, ia hanya diketahui sebagai satu-satunya objek angkasa yang
berada setelah Neptunus. Kemudian pada 1978, Charon, satelit yang mengelilingi
Pluto ditemukan, sebelumnya sempat dikira sebagai planet yang sebenarnya karena
ukurannya tidak berbeda jauh dengan Pluto.
Para astronom
kemudian menemukan sekitar 1.000 objek kecil lain di belakang Neptunus (disebut
objek trans-Neptunus) yang juga mengelilingi Matahari. Di sana mungkin ada
sekitar 100.000 objek serupa yang dikenal sebagai objek Sabuk Kuiper (Sabuk
Kuiper adalah bagian dari objek-objek trans-Neptunus). Belasan benda langit
termasuk dalam Obyek Sabuk Kuiper di antaranya Quaoar (1.250 km pada Juni
2002), Huya (750 km pada Maret 2000), Sedna (1.800 km pada Maret 2004), Orcus,
Vesta, Pallas, Hygiea, Varuna, dan 2003 EL61 (1.500 km pada Mei 2004).
Penemuan 2003
EL61 cukup menghebohkan karena Obyek Sabuk Kuiper ini diketahui juga memiliki
satelit pada Januari 2005 meskipun berukuran lebih kecil dari Pluto. Dan
puncaknya adalah penemuan UB 313 (2.700 km pada Oktober 2003) yang diberi nama
oleh penemunya Xena. Selain lebih besar dari Pluto, obyek ini juga memiliki
satelit.
Daftar jarak planet
Daftar planet
dan jarak rata-rata planet dengan matahari dalam tata surya adalah seperti
berikut:
57,9 juta
kilometer ke Merkurius
108,2 juta kilometer ke Venus
149,6 juta kilometer ke Bumi
227,9 juta kilometer ke Mars
778,3 juta kilometer ke Jupiter
1.427,0 juta kilometer ke Saturnus
2.871,0 juta kilometer ke Uranus
4.497,0 juta kilometer ke Neptunus
108,2 juta kilometer ke Venus
149,6 juta kilometer ke Bumi
227,9 juta kilometer ke Mars
778,3 juta kilometer ke Jupiter
1.427,0 juta kilometer ke Saturnus
2.871,0 juta kilometer ke Uranus
4.497,0 juta kilometer ke Neptunus
Terdapat juga
lingkaran asteroid yang kebanyakan mengelilingi matahari di antara orbit Mars
dan Jupiter.
Karena
rotasinya terhadap sumbu masing-masing, garis khatulistiwa menjadi lingkar
terpanjang yang terdapat di setiap planet dan bintang.
4 comments
commentsAne paling suka pelajaran IPA ini .. :)
ReplyBtw komen balik ya .. :)
Anee paling suka pelajaran tata suryaa..
Replynice info kang
Makasih Sob. :D
Replyanee suka pelajaran geografi nih
Reply