Pengetahuan
mengenai struktur bintang menempuh perjalanan yang panjang. Untuk mengetahuinya
para astronom hanya mengandalkan penampakan bintang dari luar saja. Tulisan ini
mencoba mengetengahkan bagaimana perjalanan itu berlangsung.
Apakah bintang itu?
Sebelum
menyelam lebih dalam untuk mengetahui struktur bintang, orang harus dapat
mendefinisikan terlebih dahulu apakah bintang itu sebenarnya berdasarkan
penampakannya dari luar.
Sejak
jaman dulu, orang mencoba menerka-nerka apa sebenarnya bintang itu, si
bintik-bintik cahaya kecil di langit. Bahwa bintang sebenarnya adalah
matahari-matahari lain yang letaknya sangat jauh, sudah dipostulatkan oleh
filsuf-filsuf Yunani Kuno, Demokritus dan Epikurus, dan dipertegas pada 1584
oleh Giordano Bruno, seorang filsuf Italia, hingga akhirnya mencapai konsensus
di kalangan astronom seabad kemudian.
Satu-satunya
penghubung antara Matahari/bintang dan pengamat hanyalah cahayanya. Untuk dapat
menjawab apakah sebenarnya bintang itu, cahaya inilah yang ’diubek-ubek’,
dikumpulkan, disebarkan lagi, dipilah-pilah, ’diputar-putar’, dan sebagainya.
Joseph von Fraunhofer pada 1814, melewatkan cahaya Matahari pada sebuah prisma.
Dia mencatat dan memetakan sejumlah garis-garis gelap dalam spektrum Matahari,
yang kemudian disebut sebagai garis-garis Fraunhofer. Gustav Robert Kirchhoff
dan Robert Bunsen kemudian menemukan bahwa garis-garis tersebut berasal dari
gas bertekanan rendah dan berhubungan dengan suatu elemen kimia yang berada di
lapisan atas matahari. Fraunhofer juga kemudian menemukan bahwa bintang-bintang
lain juga memiliki spektrum seperti Matahari, tetapi dengan pola garis-garis
gelap yang berbeda. Jadi dari sini kemudian astronom berkesimpulan bahwa
bintang sebenarnya adalah sebuah bola gas.
Penelitian
spektrum bintang dapat mengungkap elemen apa saja yang ada di bintang, namun
seberapa besar kelimpahan elemen ini baru bisa ditentukan pada 1925 setelah
Cecilia Payne-Gaposchkin, dengan menggunakan teori ionisasi dari Meghnad Saha,
berhasil mengungkapkan bahwa hidrogen adalah elemen kimia paling berlimpah.
Jadi bintang adalah sebuah bola gas yang berpijar dengan hidrogen sebagai
elemen paling berlimpah.
Pembangkitan energi di dalam bintang
OK,
deal, bintang adalah bola gas yang berpijar dengan hidrogen adalah unsur paling
berlimpah. Untuk mengetahui strukturnya, astronom melakukan pendekatan baik
dari luar maupun dari dalam. Pendekatan dari luar dilakukan sesederhana
pengamatan dari luar. Pendekatan dari dalam memunculkan satu pertanyaan
penting: apa yang terjadi di pusat bintang? Bintang bisa bersinar haruslah ada
energi yang dibangkitkan di bagian dalamnya.
Di
pertengahan abad ke-19, Lord Kelvin dan Hermann von Helmholtz, dengan
menggunakan teori konservasi energi mempostulatkan bahwa energi yang dihasilkan
Matahari berasal dari pengerutan gravitasi. Proses pengerutan mengubah energi
gravitasi menjadi energi panas dan meningkatkan suhu di inti Matahari. Dengan
harga massa dan radius Matahari sekarang, dan kemudian membaginya dengan jumlah
energi yang dipancarkannya, akan didapatkan usia Matahari berdasarkan mekanisme
Kelvin-Helmholtz pada kisaran 18 juta tahun saja. Tentu saja hal ini
bertentangan dengan bukti-bukti geologi dan biologi yang mendukung bahwa
kehidupan sudah berlangsung selama miliaran tahun dan seharusnya Matahari sudah
ada sejak saat itu. Walau begitu mekanisme Kelvin-Helmholtz penting pada
masa-masa awal pembentukan Matahari.
Perkembangan
fisika kuantum, menelurkan teori baru akan pembangkitan energi di dalam
bintang. Adalah Sir Arthur Eddington pada 1920 yang mengemukakannya untuk
pertama kali, melibatkan dua proton yang bergabung untuk membentuk satu inti
helium dikuti dengan pelepasan energi. Pada 1939, Hans Bethe mengemukakan
mekanisme daur proton-proton untuk pembangkitan energi di dalam bintang sekelas
matahari, melengkapi teori mekanisme daur karbon-nitrogen-oksigen yang
dikemukakan sebelumnya pada 1938 oleh Carl Friedrich von Weizsäcker.
Ketika
Eddington mengungkapkan usulannya untuk pertama kali, didapati bahwa tekanan
dan temperatur Matahari tidak cukup tinggi untuk melangsungkan pembakaran fusi
hidrogen. Bethe melihat bahwa efek terowong dalam fisika kuantum dapat
mengatasi masalah ini, sehingga reaksi fusi dapat terjadi dalam lingkungan
dengan temperatur dan tekanan yang tidak terlalu tinggi. Daur proton-proton
yang diusulkan oleh Hans Bethe adalah reaksi fusi yang tidak terlalu peka
terhadap suhu dan berlangsung dengan lambat. Daur ini juga yang membuat
bintang-bintang sekelas matahari dan yang lebih kecil dapat berumur jauh lebih
panjang.
Di
lain pihak, daur karbon-nitrogen-oksigen berlangsung pada temperatur dan
tekanan yang tinggi yaitu saat energi kinetik mampu mengatasi penghalang gaya
Coulomb. Daur karbon-nitrogen-oksigen berlangsung dengan laju cepat, sehingga
sekali bintang memiliki cukup tekanan dan temperatur, daur ini akan lebih
dominan ketimbang rantai proton-proton. Dengan daur CNO, terjadi semacam siklus
melingkar, semakin tinggi temperatur, semakin cepat reaksi berlangsung, dan
semakin cepat reaksi berlangsung, semakin tinggi temperatur. Daur ini yang
dominan terjadi pada bintang-bintang yang lebih masif daripada matahari.
Perbedaan
mekanisme fusi nuklir di dalam bintang ini akan membuat perbedaan struktur
bintang antara yang bermassa lebih kecil dari matahari dan yang lebih besar.
Penghantaran energi
Mengetahui
cara energi diangkut keluar dari pusat bintang adalah penting ketika kita ingin
mengetahui struktur bintang. Kita mengenal berbagai cara perpindahan energi:
konduksi, konveksi, dan radiasi. Di dalam bintang, energi utamanya diangkut
dengan dua cara, yaitu konveksi dan radiasi. Perbedaan mekanisme pembangkitan
energi yang telah diuraikan di atas membuat struktur bintang sekelas matahari
dan yang lebih kecil berbeda dengan struktur bintang yang lebih masif.
Struktur bintang sekelas matahari atau
yang lebih kecil
Konveksi
terjadi ketika terdapat perbedaan temperatur yang cukup besar antara dua
lapisan fluida. Gas dan plasma, dua wujud zat di dalam bintang, berlaku sebagai
fluida. Dalam konveksi, energi dibawa oleh materi yang bergerak dari lapisan
yang bertemperatur tinggi ke rendah. Seperti yang telah dibicarakan di atas, pembangkitan
energi pada bintang-bintang sekelas matahari atau yang lebih kecil, terutama
ditempuh melalui mekanisme rantai proton-proton yang tidak terlalu peka
terhadap suhu. Hal ini menyebabkan temperatur pada lapisan-lapisan di bagian
inti tidak terlalu jauh berbeda sehingga konveksi tidak terjadi. Energi di
bagian inti diangkut keluar dengan cara radiasi.
Sebaliknya
di bagian luar bintang, temperatur cukup rendah sehingga mengijinkan atom
hidrogen berada dalam keadaan netral. Pada satu titik di dalam bintang antara
inti dan permukaan, foton-foton berenergi tinggi dalam panjang gelombang ultra
violet yang diradiasikan dari inti kemudian diserap oleh hidrogen-hidrogen
netral untuk mengionisasi diri, sehingga seolah-olah lapisan ini menjadi tidak
tembus cahaya ultra violet. Dari titik ini penghantaran dengan cara radiasi
berhenti dan energi kemudian diangkut secara konveksi.
Jadi
untuk bintang-bintang sekelas matahari atau yang lebih kecil, lapisan radiasi
dominan di bagian inti sementara lapisan konveksi dominan di bagian luar.
Struktur bintang yang lebih masif dari
matahari
Zona
konveksi dan radiasi dari bintang-bintang dengan massa berbeda. Sumber:
Wikipedia
Pada
bintang-bintang bermassa lebih besar daripada matahari, reaksi CNO yang sangat
peka pada temperatur membuat gradien temperatur di inti sangat besar. Semakin
dalam kita masuk ke lapisan-lapisan di bagian inti maka semakin tinggi
temperatur, sehingga semakin cepat reaksi berlangsung. Semakin cepat reaksi
berlangsung, berakibat pada semakin tingginya temperatur, begitu seterusnya,
sehingga perbedaan temperatur antar lapisan di bagian inti menjadi begitu besar
yang membuat pengangkutan energi di pusat diangkut dengan cara konveksi.
Energi
yang begitu besar yang dibangkitkan dari reaksi CNO membuat bagian luar bintang
juga memiliki temperatur yang tinggi sehingga hampir semua atom hidrogen berada
dalam keadaan terionisasi. Hal ini menyebabkan foton-foton ultra violet tidak
menemui ’halangan’ dan lolos begitu saja, sehingga penghantaran energi dengan
cara radiasi lebih dominan di bagian kulit bintang.
Jadi
untuk bintang-bintang yang lebih masif daripada matahari, lapisan radiasi
dominan di bagian kulit/luar sementara lapisan konveksi dominan di bagian inti.
Sumber : Langitselatan.com