Bulan Dan Mars Tampil Bersama

Langit kembali menawarkan pemandangan menakjubkan. Rabu (7/3/2012) malam ini, Mars akan berduet dengan Bulan sepanjang malam.

Kedua benda langit tersebut akan tampak berdekatan, terpisah hanya 10 derajat. Mereka seperti menikmati one night stand. Sebab, sebelum dan sesudah malam ini, mereka akan tampil lebih berjauhan.

Duet Mars dan Bulan bisa dilihat sejak senja. Namun, akan lebih optimal jika menikmati saat Matahari sudah benar-benar tenggelam, kira-kira mulai sekitar pukul 19.00 WIB.

Mars dan Bulan akan tampak di langit timur beberapa saat setelah Matahari tenggelam. Bulan akan bersinar putih terang, sedangkan Mars akan memancarkan cahaya jingga.

Bulan akan tampak dengan magnitud -12,36, sedangkan Mars bermagnitud -1,21. Magnitud menyatakan kecerlangan benda langit. Semakin negatif, semakin terang benda langit yang dimaksud.

Senin (5/3/2012) lalu, Mars baru saja mencapai titik terdekat dengan Bumi sehingga planet merah itu masih akan tampak terang. Saat ini, jarak Mars dengan Bumi adalah sekitar 112 juta kilometer.

Semakin malam, Bulan dan Mars akan bergerak semakin ke atas. Jadi, untuk mengamati, semakin malam pandangan harus diarahkan semakin ke barat.

Pengamatan bisa dilakukan di mana pun. Namun, akan lebih baik mengamati di tanah lapang dan tempat dengan polusi cahaya kecil. Teleskop bisa dibawa untuk mengamati lebih jelas.

Jika mengamati sebelum pukul 20.30 WIB, di ufuk barat, Jupiter dan Venus juga akan tampak berdekatan. Sementara setelah pukul 21.00 WIB, Saturnus juga akan mulai terlihat di ufuk timur.

Tetapi, tentu saja, syarat benda angkasa bisa terlihat adalah langit yang cerah. Jadi, berharaplah awan tak menutupi langit dan hujan tak terjadi malam ini.

Asteroid, Komet, Meteroid, Meteor, & Meteorit

Asteroid

1.      Asteroid = Batu angkasa dengan diameter lebih kecil dari 1000km -biasanya terdiri atas karbon dan metal- yang mengorbit matahari. Asteroid di tatasurya kita kebanyakan berada di di "asteroid belt" antara mars dan jupiter. Meskipun terdapat jutaan asteroid di sana, masa seluruhnya digabung itu masih kurang dari 5% masa bulan kita.


2.      Komet = bola angkasa yang terdiri dari debu dan es yang dihasilkan dari Kuiper Belt atau The Oort Cloud, komet juga mengorbit matahari, tapi memiliki jarak orbit yang lebih jauh dari asteroid, dan umumnya berbentuk sangat elips, saat komet mendekati matahari, energi radiasi dari matahari akan membuat es menguap, jejak uap dari es ini tadi yang membuat komet seperti memiliki ekor.

Meteroid

3.      Meteroid = benda padat yang bergerak di angkasa, dengan ukuran yang lebih kecil dari asteroid dan lebih besar dari atom. Dalam banyak kasus, meteroid adalah pecahan dari asteroid yang saling bertubrukan.

Meteor

4.      Meteor = Meteoroid yang berhasil masuk ke atmosfer bumi, yang terbakar karena bergesekan dengan atmosfer hingga habis dan kadang menyisakan sedikit-banyak pecahan kecil

Meteorit

5.      Meteorit = Sisa meteor yang tidak terbakar habis oleh atmosfer planet (bumi), dan berhasil mendarat di bumi.

Mulai Malam Ini, Lima Planet Gelar "Parade"



Lima planet di Tata Surya akan menggelar "parade" yang bisa disaksikan penduduk Bumi pada akhir pekan ini hingga beberapa hari selanjutnya. 

Menurut publikasi National Geographic, Selasa (28/2/2012), parade lima planet tersebut termasuk langka, terakhir terjadi pada tahun 2004. Planet-planet yang akan tampil dalam parade tersebut adalah Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus. Kelima planet takkan tampil sekaligus, tetapi secara bergiliran sejak senja hingga fajar.

Pada Sabtu (3/3/2012) malam, parade bisa disaksikan hingga lebih kurang Rabu (7/3/2012). Bila jeli, maka planet bisa disaksikan tanpa alat bantu. Sekitar pukul 18.30 WIB hari ini, Merkurius, Venus, Jupiter, dan Mars sudah bisa disaksikan.

Merkurius akan tampak di ufuk barat dengan magnitud -0,52. Pengamatan planet ini harus lebih jeli karena tampak dekat dengan Matahari. Sementara itu, Venus dan Jupiter juga akan bersinar di langit barat, masing-masing dengan magnitud -4,12 dan -2,01. Di ufuk timur, Mars ada dalam kesendirian, tampak dengan magnitud -1,23. Magnitud menyatakan kecerlangan benda planet. Semakin negatif, semakin cerlang benda langit dan semakin mudah dilihat mata. 

Kesempatan mengamati Merkurius sangat singkat. Sekitar pukul 19.00 WIB, planet ini sudah menghilang dari pandangan mata. Venus dan Jupiter bisa diamati lebih lama, namun juga akan tenggelam sekitar pukul 20.30 WIB.

Sementara itu, semakin malam, Mars akan semakin bergerak ke atas. Hingga menjelang fajar, planet ini masih bisa diamati. Saturnus, si planet bercincin, akan hadir di langit timur dengan magnitud 1,01 mulai sekitar pukul 21.30 WIB.

Untuk melihat parade planet ini, akan lebih baik mencari tempat yang lapang dan jauh dari polusi cahaya. Jangan lupa membawa perlengkapan, seperti jaket, minuman hangat, kamera, dan teleskop, jika sewaktu-waktu ingin mengamati lebih jelas.

Selain planet, masih ada obyek langit lain yang bisa disaksikan. Selain Bulan, ada bintang Sirius yang merupakan bintang paling terang. Untuk mempermudah pengamatan, ada baiknya mengunduh softwar eStellarium agar mengetahui posisi planet.

Asal Usul Tata Surya



Tata surya (bahasa Inggris: solar system) terdiri dari sebuah bintang yang disebut matahari dan semua objek yang yang mengelilinginya. Objek-objek tersebut termasuk delapan buah planet yang sudah diketahui dengan orbit berbentuk elips, meteor, asteroid, komet, planet-planet kerdil/katai, dan satelit-satelit alami.

Tata surya dipercaya terbentuk semenjak 4,6 milyar tahun yang lalu dan merupakan hasil penggumpalan gas dan debu di angkasa yang membentuk matahari dan kemudian planet-planet yang mengelilinginya.

Tata surya terletak di tepi galaksi Bima Sakti dengan jarak sekitar 2,6 x 1017 km dari pusat galaksi, atau sekitar 25.000 hingga 28.000 tahun cahaya dari pusat galaksi. Tata surya mengelilingi pusat galaksi Bima Sakti dengan kecepatan 220 km/detik, dan dibutuhkan waktu 225–250 juta tahun untuk untuk sekali mengelilingi pusat galaksi. Dengan umur tata surya yang sekitar 4,6 milyar tahun, berarti tata surya kita telah mengelilingi pusat galaksi sebanyak 20–25 kali dari semenjak terbentuk.

Tata surya dikekalkan oleh pengaruh gaya gravitasi matahari dan sistem yang setara tata surya, yang mempunyai garis pusat setahun kecepatan cahaya, ditandai adanya taburan komet yang disebut awan Oort. Selain itu juga terdapat awan Oort berbentuk piring di bagian dalam tata surya yang dikenali sebagai awan Oort dalam.

Disebabkan oleh orbit planet yang membujur, jarak dan kedudukan planet berbanding kedudukan matahari berubah mengikut kedudukan planet di orbit.

Banyak hipotesis tentang asal usul tata surya telah dikemukakan para ahli, diantaranya :

Hipotesis Nebula

Hipotesis nebula pertama kali dikemukakan oleh Immanuel Kant( 1724-1804) pada tahun 1775. Kemudian hipotesis ini disempurnakan oleh Pierre Marquis de Laplace pada tahun 1796. Oleh karena itu, hipotesis ini lebih dikenal dengan Hipotesis nebula Kant-Laplace. Pada tahap awal tata surya masih berupa kabut raksasa. Kabut ini terbentuk dari debu, es, dan gas yang disebut nebula. Unsur gas sebagian besar berupa hidrogen. Karena gaya gravitasi yang dimilikinya, kabut itu menyusut dan berputar dengan arah tertentu. Akibatnya, suhu kabut memanas dan akhirnya menjadi bintang raksasa yang disebut matahari. Matahari raksasa terus menyusut dan perputarannya semakin cepat. Selanjutnya cincin-cincin gas dan es terlontar ke sekeliling matahari. Akibat gaya gravitasi, gas-gas tersebut memadat seiring dengan penurunan suhunya dan membentuk planet dalam. Dengan cara yang sama, planet luar juga terbentuk.

Hipotesis Planetisimal

Hipotesis planetisimal pertama kali dikemukakan oleh Thomas C. Chamberlain dan Forest R. Moulton pada tahun 1900. Hipotesis planetisimal mengatakan bahwa tata surya kita terbentuk akibat adanya bintang lain yang hampir menabrak matahari.

Hipotesis Pasang Surut Bintang

Hipotesis pasang surut bintang pertama kali dikemukakan oleh James Jean dan Herold Jaffries pada tahun 1917. Hipotesis pasang surut bintang sangat mirip dengan hipotesis planetisimal. Namun perbedaannya terletak pada jumlah awalnya matahari.

Hipotesis Kondensasi

Hipotesis kondensasi mulanya dikemukakan oleh astronom Belanda yang bernama G.P. Kuiper ( 1905-1973) pada tahun 1950. Hipotesis kondensasi menjelaskan bahwa tata surya terbentuk dari bola kabut raksasa yang berputar membentuk cakram raksasa.

Hipotesis Bintang Kembar

Hipotesis bintang kembar awalnya dikemukakan oleh Fred Hoyle ( 1915-2001) pada tahun 1956. Hipotesis mengemukakan bahwa dahulunya tata surya kita berupa dua bintang yang hampir sama ukurannya dan berdekatan yang salah satunya meledak meninggalkan serpihan-serpihan kecil.

Sejarah penemuan

Lima planet terdekat ke Matahari selain Bumi (Merkurius, Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus) telah dikenal sejak zaman dahulu karena mereka semua bisa dilihat dengan mata telanjang. Banyak bangsa di dunia ini memiliki nama sendiri untuk masing-masing planet.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengamatan pada lima abad lalu membawa manusia untuk memahami benda-benda langit terbebas dari selubung mitologi. Galileo Galilei (1564-1642) dengan teleskop refraktornya mampu menjadikan mata manusia “lebih tajam” dalam mengamati benda langit yang tidak bisa diamati melalui mata telanjang.
Karena teleskop Galileo bisa mengamati lebih tajam, ia bisa melihat berbagai perubahan bentuk penampakan Venus, seperti Venus Sabit atau Venus Purnama sebagai akibat perubahan posisi Venus terhadap Matahari. Penalaran Venus mengitari Matahari makin memperkuat teori heliosentris, yaitu bahwa matahari adalah pusat alam semesta, bukan Bumi, yang digagas oleh Nicolaus Copernicus (1473-1543) sebelumnya. Susunan heliosentris adalah Matahari dikelilingi oleh Merkurius hingga Saturnus.

Teleskop Galileo terus disempurnakan oleh ilmuwan lain seperti Christian Huygens (1629-1695) yang menemukan Titan, satelit Saturnus, yang berada hampir 2 kali jarak orbit Bumi-Yupiter.

Perkembangan teleskop juga diimbangi pula dengan perkembangan perhitungan gerak benda-benda langit dan hubungan satu dengan yang lain melalui Johannes Kepler (1571-1630) dengan Hukum Kepler. Dan puncaknya, Sir Isaac Newton (1642-1727) dengan hukum gravitasi. Dengan dua teori perhitungan inilah yang memungkinkan pencarian dan perhitungan benda-benda langit selanjutnya

Pada 1781, William Hechell (1738-1782) menemukan Uranus. Perhitungan cermat orbit Uranus menyimpulkan bahwa planet ini ada yang mengganggu. Neptunus ditemukan pada Agustus 1846. Penemuan Neptunus ternyata tidak cukup menjelaskan gangguan orbit Uranus. Pluto kemudian ditemukan pada 1930.

Pada saat Pluto ditemukan, ia hanya diketahui sebagai satu-satunya objek angkasa yang berada setelah Neptunus. Kemudian pada 1978, Charon, satelit yang mengelilingi Pluto ditemukan, sebelumnya sempat dikira sebagai planet yang sebenarnya karena ukurannya tidak berbeda jauh dengan Pluto.

Para astronom kemudian menemukan sekitar 1.000 objek kecil lain di belakang Neptunus (disebut objek trans-Neptunus) yang juga mengelilingi Matahari. Di sana mungkin ada sekitar 100.000 objek serupa yang dikenal sebagai objek Sabuk Kuiper (Sabuk Kuiper adalah bagian dari objek-objek trans-Neptunus). Belasan benda langit termasuk dalam Obyek Sabuk Kuiper di antaranya Quaoar (1.250 km pada Juni 2002), Huya (750 km pada Maret 2000), Sedna (1.800 km pada Maret 2004), Orcus, Vesta, Pallas, Hygiea, Varuna, dan 2003 EL61 (1.500 km pada Mei 2004).

Penemuan 2003 EL61 cukup menghebohkan karena Obyek Sabuk Kuiper ini diketahui juga memiliki satelit pada Januari 2005 meskipun berukuran lebih kecil dari Pluto. Dan puncaknya adalah penemuan UB 313 (2.700 km pada Oktober 2003) yang diberi nama oleh penemunya Xena. Selain lebih besar dari Pluto, obyek ini juga memiliki satelit.

Daftar jarak planet

Daftar planet dan jarak rata-rata planet dengan matahari dalam tata surya adalah seperti berikut:

57,9 juta kilometer ke Merkurius
108,2 juta kilometer ke Venus
149,6 juta kilometer ke Bumi
227,9 juta kilometer ke Mars
778,3 juta kilometer ke Jupiter
1.427,0 juta kilometer ke Saturnus
2.871,0 juta kilometer ke Uranus
4.497,0 juta kilometer ke Neptunus

Terdapat juga lingkaran asteroid yang kebanyakan mengelilingi matahari di antara orbit Mars dan Jupiter.

Karena rotasinya terhadap sumbu masing-masing, garis khatulistiwa menjadi lingkar terpanjang yang terdapat di setiap planet dan bintang.

Fenomena Hari Tanpa Bayangan Matahari


Hari tanpa bayangan Matahari akan terjadi di beberapa daerah di wilayah Jawa. Solo akan mengalaminya pada Kamis (1/3/2012), Semarang pada Jumat (2/3/3012), dan Jepara pada Sabtu (3/3/3012). Sementara, Yogyakarta telah mengalaminya pada Rabu (29/2/2012). Bagaimana sebenarnya hari tanpa bayangan Matahari?

Secara sederhana, fenomena tersebut dapat dijelaskan dengan eksperimen jam Matahari. Caranya dengan menegakkan tongkat di sebuah bidang datar atau tanah lapang yang disinari Matahari dan kemudian mengamati bayangannya.

Pada pengamatan di hari biasa, kala pagi hari, bayangan akan jatuh di sebelah barat, sementara pada sore hari akan jatuh di timur. Saat tengah hari, Matahari tepat berada di atas kepala sehingga bayangan sangat pendek.

"Kalau kita mengamati di hari tanpa bayangan Matahari, kira-kira saat dzuhur bayangan akan jatuh tepat di atas tongkat sehingga kita tidak melihat bayangannya, " kata Mutoha Arkanuddin dari Jogja Astro Club saat dihubungi, Rabu (29/2/2012).

Meski disebut hari tanpa bayangan Matahari, namun bayangan Matahari hanya "menghilang" saat tengah hari saja. Kala pagi dan sore hari, bayangan tetap bisa dilihat dengan melakukan eksperimen sederhana yang sama.

Lalu, apa sebab terjadinya hari tanpa bayangan Matahari?

Matahari mengalami gerak semu harian dan tahunan. Pada gerak semu harian, manusia di Bumi akan melihat Matahari seolah-olah terbit dari timur, berada tepat di atas kepala pada tengah hari dan akhirnya tenggelam di barat.

Pada gerak semu tahunan, manusia yang berada di lintang nol akan melihat Matahari bergeser ke utara antara 21 Maret - 23 September dan bergeser ke selatan antara 23 September-21 Maret. Tepat tanggal 21 Maret dan 23 September, Matahari ada di khatulistiwa.

Gerak semu Matahari tersebut membuat Matahari seperti singgah di tempat-tempat antara 23,5 derajat Lintang Utara hingga 23,5 derajat Lintang Selatan. Singgahnya Matahari di sebuah tempat ini yang menyebabkan fenomena hari tanpa bayangan Matahari.

Secara ilmiah, hari tanpa bayangan Matahari disebut sebagai Transit Utama, yakni saat Matahari berada di titik zenith sebuah tempat. Jadi, jika hari di Solo terjadi hari tanpa bayangan Matahari, maka Matahari tengah singgah tepat di titik atas warga Solo.

Transit Utama bukan peristiwa langka sebab terjadi secara periodik, Mutoha mengatakan, di Yogyakarta misalnya, hari tanpa bayangan Matahari terjadi pada bulan Februari.

Sayangnya, Matahari tak bisa bergeser ke barat atau ke timur. Jadi, kota-kota di Indonesia lain seperti Aceh, Jakarta, dan Jayapura tak bisa menikmati transit Utama. Kota di khatulistiwa yang dapat menyaksikannya adalah Pontianak, setiap tanggal 21 Maret.

Eksperimen Eratosthenes

Apa keistimewaan Transit Utama?

"Transit utama 2.200 tahun lalu dimanfaatkan oleh Eratosthenes untuk mengukur keliling Bumi," kata Mutoha.

Eratosthenes membandingkan fenomena yang terjadi di kota Shina (Aswan) dan Alexandria. Ia mengamati bahwa setiap tanggal 22 Juni, sebuah sumur di kota Shina mendapatkan penyinaran menyeluruh, yang artinya Matahari tegak lurus. Sementara itu, tugu di kota Alexandria memperlihatkan bayangan pada tanggal yang sama.

Dari pengamatannya, Eratosthenes percaya bahwa Bumi berbentuk bulat dan bahwa Shina dan Alexandria terletak di Meridien yang sama. Eratosthenes kemudian menemukan sebuah persamaan, bahwa keliling Bumi dibagi jarak dua kota yang terletak pada meridien yang sama, sama dengan 360 derajat dibagi sudut antara dua kota tersebut.

Untuk mengukur keliling Bumi, Eratosthenes menghitung jarak Shina - Alexandria adalah 5000 Stadia (800 km). Pengukuran diperoleh dengan mengalikan waktu tempuh perjalanan yang selama 50 hari dengan kereta berkecepatan 100 stadia. Stadia adalah arena olahraga yang dipakai masyarakat Yunani, berukuran keliling 185 meter.

Eratosthenes berteori bahwa cahaya Matahari yang mencapai Bumi berjalan pararel. Dari hal tersebut, ia mengungkapkan bahwa sudut antara Alexandria dan Shina adalah 1/5 sudut keliling Bumi atau 7,12 derajat. Dengan perhitungannya, Eratosthenes mendapatkan hasil bahwa keliling Bumi adalah 250.000 stadia atau 46.300 kilometer.

Perhitungan Eratosthenes cukup akurat, hanya 15 persen meleset dari perhitungan saat ini. Jarak Shina-Alexandria 729 km, bukan 800 km. Alexandria dan Shina juga tidak terletak pada meridien yang sama, tetapi berbeda 3 derajat. Walau demikian, hasil studi Eratosthenes sangat pantas diapresiasi.

"Biasanya, hari tanpa bayangan Matahari menjadi kesempatan bagi kita untuk mengulang eksperimen yang sama dengan Eratosthenes. Kala 2.200 tahun lalu dia bisa, masak kita tidak bisa," ujar Mutoha.